Senin, 18 Januari 2016

Jaga iman dan sempurnakan

Setiap Muslim berkewajiban untuk menjaga keimanannya dan ketaqwaannya kepada Allah Subhanahu Wata’ala agar mata hati, akal sehat, dan perasaannya tetap berada diliputi oleh cahaya kebenaran dari Allah SWT, sehingga terhindar dari mengikuti langkah-langkah setan.
Mengenai hal ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassalam senantiasa mengajarkan umatnya untuk berupaya semaksimal mungkin menyempurnakan imannya setiap saat, dimana dan kapan pun juga. Oleh karena itu tidak semestinya seorang Muslim memprioritaskan hal lain selain sempurnanya iman dalam jiwa dan raga secara terus-menerus sepanjang hidup.
Menjaga iman apalagi menyempurnakannya bukanlah perkara mudah namun juga tidak berarti tidak bisa diupayakan. Hanya ada satu syarat seorang Muslim bisa menyempurnakan iman dengan sebaik-baiknya, yaitu menjadi Muslim secara kaffah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.… (QS.2 Al-Baqarah : 208)
Muslim kaffah ialah Muslim yang senantiasa mengikuti Rasulullah dalam segala hal dalam kehidupannya. Hal itu tergambar dalam beberapa ayat Al-Qur’an.
Satu di antaranya adalah;
‘Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” … (QS.3 Ali Imran : 31)
Hal inilah yang mendorong Umar bin Khaththab selalu gelisah dengan kondisi rakyatnya. Oleh karena itu dia mengharamkan kemewahan bagi diri dan keluarganya. Selain itu Umar merelakan seluruh hidupnya demi kebahagiaan seluruh rakyatnya yang menjadi amanah tertinggi baginya sebagai seorang pemimpin.
Kerusuhan, kericuhan, dan kesemrawutan yang terjadi hari ini boleh jadi dikarenakan sudah sangat banyak orang yang meninggalkan ajaran Islam. Dalam hal apapun; memimpin, berdagang, belajar, bekerja, hidup dll.
|

Kesempurnaan Iman

Dunia ini akan tetap aman dan tentram manakala semua elemen masyarakat, bangsa dan negara mampu memperagakan nilai-nilai Islam secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari.
Seorang Muslim yang baik (imannya) adalah Muslim yang benar-benar mengikuti risalah Rasulullah. Di antaranya adalah senantiasa berkata baik atau diam, menghormati tetangga, dan memuliakan tamu.
Dari Abu Hurairah ra., sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda,
 ”Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya.”
(HR. Bukhori – Muslim)
Satu contoh kecil. Sekarang tidak jarang orang terjebak oleh suasana hati yang kurang bersih, sehingga banyak juga di antara umat Islam yang perkataannya sering melukai perasaan saudara sesama Muslim.
Belum lagi akhlaq dan amalan-amalan mulia Islam yang banyak ditinggalkan. Menerima tamu, menghormati tetangga, bekerja, mengurus keluarga (termasuk suami/istri dan anak), mendidik yang benar, yang kesemuanya menuju satu kesempurnaan iman.
Contoh lain. Tak sedikit gadis-gadis Islam tergila-gila pria hanya karena ia ganteng dan cakep. Bukan karena agamanya. Akibatnya, setelah setahun dua tahun menikah, ujungnya tak lain perceraian belaka.
Tak sedikit orangtua depresi di hari tua, karena anak-anak yang mereka lahirkan dan diidam-idamkan, akhirnya tidak memiliki kecintaan dan rasa sayang padanya. Di kala anaknya sudah sukses dan makmur, mereka jarang datang menjenguknya, kecuali hanya kiriman uangnya tiap bulan.
“Di saat saya sakit dan menderita, mengjengukpun tidak pernah. Ia hanya mengirimkan uang saja.”
Sesungguhnya tak ada yang salah. Ketika orangtua mengajarkan dan mendidik anak-anak mereka dengan sentuhan finansial semata, di kala besar, pendekatan mereka juga finansial dan uang.
Mungkin jika ditanya, anak-anak itu bisa berkata. “Dulu semua dihitung dengan uang. Kini, ketika saya sukses, telah aku kembalikan uangnya secara perlahan-lahan.”
Banyak orangtua salah mendidik anaknya. Padahal, aset berharga sebagai bekal hidup di dunia fana adalah amal jariyah dan anak yang sholeh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar